Assalamu ‘alaikum warahmatul ahi wabarakatuh. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Ashshalatu was salamu ala rusulil ah shal ahu ‘alaihi wa sallam.
Saudaraku…
“Sesungguhnya hari ini adalah satu hari di antara hari-hari Allah, tidak pantas diisi dengan kebanggaan dan keangkuhan. Ikhlaskanlah jihadmu dan tujulah Allah dengan amalmu, karena hari ini menentukan hari-hari yang akan datang.”(Kata-kata Khalid bin Walid di tengah-tengah berkecamuknya perang Yarmuk)
Kata Ikhlas sudah begitu sering kita dengar dalam berbagai kesempatan. Bagi prajurit dakwah seperti kita, semestinya ikhlas tidak boleh lagi menjadi sekadar retorika, melainkan ia harus hadir dan ada dalam diri kita, menyatu dalam pikiran, hati, menjadi jiwa dari setiap nafas dan gerak perjuangan kita. Bersamanya kita memulai hari-hari ,dengannya kita membangun ukhuwah dan menapaki jalan dakwah ini.
Saudaraku…
Bukanlah tanpa maksud As Syahid meletakkan Ikhlas dalam rukun baiatnya, sehingga ikhlas -- sebagaimana juga sembilan rukun lainnya-- telah mengikat kita untuk menjadikannya landasan dalam setiap
gerak dan langkah sejak pertama kali baiat itu kita berikan. Ini berarti kita terikat dengan ikhlas tidak hanya secara syar’i tetapi juga secara tanzhimi.
Dengan kata lain, setiap anggota jamaah ini wajib ikhlas dalam setiap geraknya, baik gerak sebagai pribadi maupun gerak sebagai anggota jamaah. Jika ada satu saja gerak kita yang tidak ikhlas, berarti kita- secara syar’i -telah mengkhianati Allah SWT, dan secara tanzhimi- mengkhianati baiat kita sendiri dan jamaah ini. Na’udzu billah min dzalik.
Karena itu saudaraku yang kucintai karena Allah, sudah sepatutnya kita menyadari dengan sepenuh hati,bahwa sejak kali pertama kita bergabung dengan jamaah ini, ikhlas telah menjadi tuntutan dan kewajiban yang mengikat diri kita sampai Allah menampakkan kemenangan bagi dakwah ini atau kita syahid dalam menegakkan dan membelanya.
Di sini saya tidak akan menguraikan makna ikhlas dengan kata-kata, kita semua bahkan telah menghafalnya di luar kepala. Saya ingin mengajak kita semua untuk merenungi bersama kata-kata ini: Apakah kita telah menjadikan ikhlas sebagai sesuatu yang menyatu dalam diri kita, melebur, menjasad, mendarah daging, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri kita?”
Apakah ikhlas telah merasuk dalam pemikiran kita sehingga membuat kita menjadi produktif sekaligus kreatif dalam mengeluarkan gagasan untuk membangun dakwah ini tanpa tendensi apapun selain kepada Allah SWT?
Apakah ikhlas telah melebur dalam hati kita sehingga menjadikan kita mampu memandang segala permasalahan dalam dakwah ini dengan jernih, dan menjadikan kita mampu membangun ukhuwah, ukhuwah yang sebenarnya bukan sekadar hiasan kata?
Apakah ikhlas telah menjadi jiwa dari setiap amal yang kita lakukan, sehingga menjadikan kita rela melaksanakan apapun perintah dan kebijakan jamaah dengan penuh tanggung jawab, tanpa rasa berat dan tidak berharap balasan atas semua itu kecuali hanyalah dari Allah SWT? Atau wahai saudaraku para prajurit dakwah yang kucintai karena Allah, apakah ikhlas baru sekadar kata tanpa makna, atau ia cuma retorika yang kita suapkan kepada mutarabbi kita?
Saudaraku…
Takutlah kepada Allah, karena Dia Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sesungguhnya kemenangan dakwah ini sejak dulunya selalu terkait dengan keikhlasan para prajuritnya.
Mari kita kembali pada ashalah dakwah ini, sebenarnya apa motivasi awal kita memilih hidup di jalan ini? Apa yang kita inginkan ketika bergabung dengan jamaah ini? Izinkan saya untuk menjawabnya: Motivasi awal dan keinginan kita adalah meraih ridha Allah, untuk itu kita akan ikut berputar bersama roda jamaah ke manapun ia berputar, tidak akan bergeser darinya karena kita yakin kebaikan itu ada bersama dengan jamaah, dan kehinaan – dunia akhirat- bila memisahkan diri darinya. Termasuk ketika jamaah ini berputar menjadi sebuah partai, kita pun ikut berputar bersamanya, melaksanakan kebijakan dan perintahnya dengan mengerahkan seluruh potensi kita. Semua itu kita lakukan sebagai sarana atau alat untuk meraih keridhaan Allah, lain tidak. Bagi kita, ridha Allah adalah imbalan terbesar dan termahal, karena itu kita sudah merasa cukup dengan imbalan itu. Saat ini roda jamaah sedang berputar lagi, kearah manapun ia berputar, kita tetap ikut berputar bersamanya, tetap menjadi tulang punggung dan pembelanya yang setia, seraya berharap Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa menyertai perjuangan kita.
Yakinlah Saudaraku…
Allah akan terus menyertai perjuangan kita selama perjuangan kita murni, bersih dari noda yang mengotorinya, selama motivasi dan keinginan kita dalam perjuangan ini tidak bergeser atau berubah.
Karena itu, sekali lagi: Ikhlaslah dan terus pelihara keikhlasan itu sampai Allah SWT
memberikan kemenangan kepada jamaah ini atau kita syahid dalam menegakkan dan membelanya!
(ANB)
1 komentar:
thanks
Posting Komentar